nama : septia ningrum
npm : 26216922
kelas : 2EB05
MONOPOLI
sebelum kita bahas tentang negara yang menganut anti-monopoli ,kita bahas pengertian monopoli itu sendiri.
Pasar Monopoli adalah
suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar.
Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai
"monopolis".Sebagai penentu harga (price maker) seorang monopolis
dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang
akan diproduksi semakin sedikit barang yang diproduksi semakin mahal harga
barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian penjual juga
memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga
terlalu mahal maka orang akan menunda
pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi
(pengganti produk tersebut)
Tujuan
undang undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No.5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaru kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting copettion dan memperkuat kedaulatan konsumen.
salah satu negara yang memberlakukan anti-monopoli adalah jerman,
Jerman Sejak
tahun 1909, Jerman
telah memiliki Gesetz
gegen Lauteren Wettbewerb UWG (Undang-undang Melawan
Persaingan Tidak Sehat).
Namun sejak selesainya Perang Dunia II dimana Negara
Jerman terbagi menjadi 2 yaitu Jerman Barat dan Timur
22 yang
berbeda system ekonominya,
maka UU tersebut
tidak relevan lagi.
Di Jerman Timur yang
menganut system ekonomi
sosialis dimana perekonomian
disusun dan dilaksanakan secara
terpusat oleh Pemerintah
maka UU anti-monopoli
menjadi tidak relevan, sebaliknya
di Jerman Barat
yang system ekonominya
berorientasi pasar emskipun
dijalankan dengan system sosialis tetap diperlukan UU anti-monopoli. Dengan
alasan itu parlemen
(Bundestag) menyetujui diundangkannya Gesetz
gegen Wettbewerbsbescrankungen
(UU Perlindungan Persaingan) yang lebih dikenal dengan sebutan Kartel
Act.
Perkembangan Historis
Persaingan Usaha di Eropa (Jerman dan EC)
Hukum anti-monopoli
Jerman disamping diterapkan terhadap kasus-kasus hambatan persaingan yang
timbul di Jerman, juga terhadap kasus-kasus di luar negeri yang menimbulkan
hambatan persaingan di Jerman. Dalam perkembangannya, Lembaga Antimopoli di
Jerman dalam memeriksa kasus-kasus yang terjadi di luar negeri menerapkan hukum
Anti Monopoli Eropa dalam memeriksa kasus-kasus tersebut. Sedangkan Hukum
anti-monopoli Jerman diterapkan bagi kasus-kasus yang terjadi di Jerman saja.
Digunakannya dua sistem
hukum yang berbeda tersebut menyebabkan timbulnya apa yang disebut
“diskriminasi hukum”, mengingat hukum anti-monopoli Jerman cenderung lebih
ketat (dengan hukuman denda yang lebih tinggi) dibandingkan dengan hukum
anti-monopoli Eropa. Dalam Undang-undang Jerman semua jenis perjanjian kartel
dilarang, kecuali untuk pengadaan barang dan jasa yang harus diajukan
sebelumnya kepada lembaga anti-monopoli untuk mendapatkan persetujuan.
Pengecualian lain baik di sistem hukum Jerman atau Eropa maupun AS adalah
penerapan “rules of reason”, yaitu bila keuntungan yang ditimbulkan lebih besar
daripada hambatan persaingan yang ditimbulkan.
Sejarahnya,
Undang-undang anti-monopoli Jerman diterapkan setelah adanya tekanan dari pihak
luar, khususnya setelah perang dunia kedua dimana penerapan hukum anti-monopoli
ini sebagai persyaratan mengalirnya bantuan pembangunan, khususnya dari AS.
Dalam sejarahnya, situasinya sangat berlainan dimana tahun 1897 MA Kerajaan
Jerman pernah memberikan putusan yang menyatakan bahwa secara umum perjanjian
kartel dibolehkan.
Tahun 1923 baru ada
peraturan mengenai kartel yang melarang penyalahgunaan posisi dominan yang
dapat menghambat persaingan usaha, namun pada prakteknya peraturan tersebut
tidak dilaksanakan. Bahkan pada masa pemerintahan Nazi, perusahaan didorong
untuk membentuk kartel (dipaksa untuk merger). Setelah perang dunia kedua, pada
tahun 1947 atas perintah sekutu, di Jerman dilaksanakan dekartelisasi dan pada
tahun 1957 diberlakukan Undang-undang anti-monopoli Jerman. Yang isinya antara
lain:
Perjanjian kartel
secara umum dilarang.
Larangan penyalahgunaan
posisi dominan.
Pemberlakuan
Undang-undang ini mendapat tentangan dari kalangan pelaku usaha, asosiasi,
pelobby yang pada akhirnya menghasilkan apa yang disebut “izin menteri”, suatu
instrumen yang sangat kontroversial yang dapat mengabaikan “warning” dari
komisi anti-monopoli. “Izin menteri” ini diterapkan dalam kartel yang bersifat
spesifik, meskipun demikian, kontrol tetap dijalankan dengan prinsip mencegah
adanya dominasi pasar. Dalam hal ini, pelaku ekonomi harus membuktikan bahwa
perjanjian yang dilakukan tidak akan menyebabkan timbulnya hambatan persaingan.
Ketentuan ini tidak berlaku terhadap produk cetak/penerbitan. Namun demikian
produsen tidak diperbolehkan menentukan harga jual dan hanya diperbolehkan
memberikan rekomendasi harga, “izin menteri” ini diajukan kepada Menteri Urusan
Ekonomi dengan mempertimbangkan bahwa keuntungan yang timbul dari perjanjian
merger tersebut lebih besar dari hambatan yang ditimbulkan serta tidak
membahayakan ekonomi pasar.
Dalam sektor energi,
terdapat pihak yang merasa terhambat usahanya karena adanya “izin menteri”
tersebut. Keberatan diajukan ke pengadilan tinggi di Düsseldorf. Pengadilan
memeriksa prosedural dari pemberian “izin menteri” dan bukan memeriksa
perjanjian merger (pokok perkaranya). Pada tahun 1990, hampir semua
pengecualian ini dicabut, seperti sektor telekomunikasi dan pos, kecuali sektor
olah-raga. Namun diperkirakan sektor olah-raga ini nantinya akan dicabut juga
agar sesuai dengan ketentuan-ketentuan Uni Eropa. Perkembangan terakhir adalah
bahwa pelaku usaha diberikan keleluasaan untuk menilai sendiri apakah
perjanjian yang dilakukan mengarah kepada monopoli atau tidak. Keberatan
terhadap suatu perjanjian kartel atau posisi dominan suatu usaha dapat diajukan
ke lembaga anti-monopoli.
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar